Ragaku Terpenjara tapi Jiwaku Berkelana



Genap 20 hari, perjalanan takdirku harus singgah di RSA UGM. Siapa sangka tempat ini pula yang menjadi saksi bagaimana aku harus ikhlas melepas kepergian suami tercinta.

Tak terbayang sebelumnya bahkan saat detik-detik terakhir saya harus opname lebih dulu di rumah sakit ini. Pertemuan tanggal 9 September adalah pertemuan terakhir saya dengan suami.

Baca juga : Selamat Jalan Kekasihku

Awalnya bukan karena covid saya harus opname saat itu tapi karena kondisi kesehatan yang terus menurun, diagnosa dokter mengungkapkan saya terdeteksi sakit pneumonia. 

Tak ada firasat apapun saat itu, semua berjalan wajar. Saya pun dibawa ke bangsal dengan menggunakan kursi roda tanpa mengucapkan kata berpisah dengan suami. 

Optimis dan positif mungkin itu yang selalu ada dalam benak saya. Keyakinan kami bakal bertemu lagi setelah melewati masa penyembuhan menguatkan hati saya. Bagi saya covid hanyalah virus yang hinggap sementara dalam tubuh dan pasti bisa disembuhkan.

Segera saya kabarkan kondisi saya ke atasan langsung di kantor bahwa saya harus opname. Padahal sebelumnya saya sudah melayangkan dua surat izin masing-masing tiga hari. Genap enam hari sebelum saya akhirnya divonis harus opname.

Pada saat izin yang pertama saya hanya merasakan kurang enak badan, saya sempat rapid dan hasilnya non reaktif. Izin kedua pun dilayangkan karena kondisi tubuh yang mulai ngedrop.

Jadi posisi terakhir ngantor saya masih dalam kondisi bugar belum ada tanda-tanda terpapar dan hasil rapid non reaktif. Entah mengapa saya kemudian mencegah diri saya untuk ke kantor di hari berikutnya. Begitu saya mengkhawatirkan keadaan teman-teman seandainya nanti saya ternyata terpapar covid. Pikiran itu terlintas begitu saja. Jangan sampai mereka juga terpapar. Itulah yang membuat saya sedikit lega, teman-teman saya pastikan aman.

***

Dua hari kemudian setelah saya opname saya pun diswab dan hasilnya positif covid. Saya kabarkan kondisi ini ke atasan dengan catatan informasi ini jangan dipublikasikan alias off the record. Hanya boleh diinfokan ke pak Kanwil dan pak Kabag.

Siapa yang tidak shock mendapati dirinya positif covid. Perasaan takut diketahui orang, khawatir dicemooh, dikucilkan itu sempat singgah. Di situlah imunitas tubuh saya menurun hingga beberapa cairan infus harus disuntikkan ke tubuh saya. Belum lagi oksigen yang harus terpasang 24 jam nonstop. 

Baca juga : Semua tentang Covid

Ada sedikit gumpalan darah di hidung  setiap kali saya bersihkan. Indera pengecap rasa asin mati rasa. Makanan terasa hambar saya hanya bisa merasakan manis. Beruntung saat itu ada sepupu yang kirim cokelat dan beberapa makanan manis beserta buku untuk menemani hari-hari sepi di rumah sakit. Rasa manis itu setidaknya bisa membantu lidah saya untuk kembali normal.

Hari pertama, tangan saya penuh tusukan jarum suntik karena nadi yang tergolong sangat kecil menyebabkan infus sering macet. Sehari minimal ada tiga tusukan mendarat di tangan.

Baca juga : Hanya Allah yang Maha Menjaga

Belum lagi cairan obat yang harus disuntikkan lewat infus. Rasanya tak bisa diungkapkan. Nikmat banget karena saya selalu lantunkan istighfar saat obat mulai bereaksi. Berharap inilah penggugur dosa-dosa.

Baru kali ini menjalani hari-hari panjang di rumah sakit seorang diri dengan support infus dan oksigen. Sementara suami dan anak juga opname di rumah sakit yang berbeda. Rasanya menjadi dekat banget sama Allah.

Di saat saya merasakan sedih dan sendiri, tak sedikit pesan singkat mendarat seolah ingin tahu tentang keadaan saya apakah benar terpapar covid. Pertanyaan seperti inilah yang paling tidak saya harapkan.

Pertanyaan menohok yang sulit saya jawab dalam situasi seperti saat itu. Saya pun sempat memberikan masukan kepada gugus tugas covid 19 Dinas Kesehatan lewat teman yang bekerja di Puskesmas untuk tidak mengabarkan kondisi pasien terpapar covid dengan nama dan alamat lengkap kepada publik. Mohon hargai privasi pasien lagi pula untuk apa masyarakat tahu tentang nama hanya akan membuat kondisi psikis pasien menurun.

Toh mereka yang sadar terpapar covid segera akan mengisolasi diri agar tidak merebak ke lingkungan sekitar. Di sinilah pentingnya mengedukasi masyarakat untuk selalu mawas diri.

Alhamdulillah akhirnya masukan saya mendapat respon positif dibuktikan dengan cukup menginfokan penambahan jumlah pasien yang terpapar covid di wilayah x, meski berita tentang kami telah santer terdengar.

Entah mengapa info tentang kami begitu merebak. Hingga isteri mantan Kakanwil Kemenag DIY yang sekarang berdomisili di Jakarta mendadak menghubungi saya. Benar-benar saya tak sanggup lagi menutupi keadaan yang sesungguhnya.

Bahkan ada teman yang sempat bilang. "Ternyata gak enak ya mbak jadi orang terkenal, semua orang jadi tahu." Saya pun berpikir. Bagaimana bisa kami terkenal, punya jabatan saja tidak. Kami hanya pegawai biasa ibarat rakyat jelata yang tak punya pendukung.

***

Baca juga : Sosok Suami

Akhirnya karena kondisi yang sangat mendesak pasca suami masuk ICU di RSUP Sarjito, saya pun beranikan diri mengabarkan kondisi kami bertiga ke unit kerja tempat saya bekerja. Hanya itu saja. Informasi itu pun akhirnya dishare di beberapa grup wag.  Berangkat dari situ, mulailah merebak info sebenarnya tentang saya.

Kekhawatiran saya bakal digunjingkan atau dikucilkan ternyata tidak terbukti. Mereka semua mensupport keadaan saya. Lantunan doa dan ucapan penuh empati mengalir baik via grup wag maupun wapri.

Empati yang begitu besar itulah sedikit banyak membangkitkan rasa percaya diri saya. Ternyata mereka ada di saat saya benar-benar membutuhkan, meski hanya satu dua yang menyapa dengan hati namun mampu menguatkan saya.

***

Bisa dibayangkan kondisi saya yang masih lemah harus menghadapi kenyataan suami masuk ICU di rumah sakit yang berbeda. Di sinilah Allah berperan besar menguatkan hati saya. 

Entah energi dari mana, saya mulai membuat quote penguat hati. Quote-quote itu tanpa saya sadari ternyata menggiring saya untuk mengikhlaskan kepergian suami. Saya juga baru menyadarinya setelah suami tiada.

Bersyukur banget saya diberikan kekuatan dan ketegaran yang saya sendiri tidak tahu darimana datangnya dan mengapa saya bisa setegar ini. Sungguh semua karena Allah Ta'alla.

Hari-hari selanjutnya, saya tidak mau berkubang dalam kesedihan. Meski raga saya harus terpenjara di rumah sakit hingga hari ini namun saya tetap ingin menorehkan karya setidaknya untuk mengisi kekosongan jiwa agar tidak kerontang.

Baca juga : Bersyukur Saat Mendapat Cobaan

Ada beberapa quote, tulisan bahkan video yang sudah dan akan saya buat selama di rumah sakit. Besar harapan akan terbit buku yang sedikit banyak mengangkat pengalaman riil dan spiritual saya menghadapi covid 19. 

Semangat untuk melanjutkan hidup bersama putri semata wayang harus terus membara. Kini saya harus memainkan dua peran sekaligus sebagai ibu dan ayah yang tentunya tidak mudah.

Semakin jauh dari hari dikebumikannya suami langkah ini pun akan semakin berat. Namun saya yakin, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya yang yakin dengan pertolongannya.

Saat ini, secara fisik dan mental insya Allah saya sudah semakin sehat bahkan sebetuknya sudah diizinkan pulang namun saya harus memastikan diri saya bersih dari covid dengan pulang membawa hasil swab negatif. Saya tidak mau warga masyarakat tempat saya tinggal merasa khawatir dengan kehadiran saya yang masih tanda tanya tentang hasil swab. Semoga swab kelima nanti hasilnya negatif jadi saya bisa pulang melanjutkan aktivitas seperti biasanya.

*** 

Sobat, ada pesan-pesan yang ingin saya sampaikan kepada rekan-rekan semua terkait bagaimana harus bersikap kepada saudara, kerabat atau teman yang terpapar covid 19. 

Karena saya pernah mengalami bagaimana kondisi psikis saat tahu diri saya terpapar covid. Pasti shock dan down.

Maka, bertanyalah dengan santun, jangan bernada mengintimidasi. Seperti, "Aku kok belum dengar kabar tentang kamu, jane ki terpapar covid tidak?"

Pertanyaan seperti ini tergolong kejam, karena bagaimanapun seseorang yang terpapar pasti akan menolak jika dirinya dianggap penderita covid meski semua tahu bahwa covid bukan aib tetapi wabah.

Jika ada teman yang sakit atau lama tidak dengar kabar doakan saja. Tanyalah sekadarnya. Bagaimana kabarnya? Pasti dia juga sedang menata hati agar kuat menghadapi kenyataan karena tidak semua orang memiliki mental yang kuat. Nah dalam kondisi sudah siap secara mental pasti akan mengabarkan keadaannya kepada teman atau lingkungan terdekat.

Bagi yang saat ini mendapati dirinya demam, indera pengecapan mulai hilang, hidung agak pilek, mulai batuk-batuk waspadalah segera hubungi rumah sakit/puskesmas terdekat. Karena gelombang kedua ini mutasi virus semakin mengganas.

Tetap patuhi protokol kesehatan, memakai masker, rajin cuci tangan, jaga jarak, terapkan social distancing, siapkan hand sanitizer di dalam tas.

Jaga imunitas tubuh, makan yang bergizi, berpikir positif, optimis, dan jangan lupa selalu bahagia dan bersyukur dalam situasi apapun.

Jangan pernah bersalaman dengan siapapun termasuk keluarga. Karena kita tidak pernah tahu siapa pembawa virus itu.


Posting Komentar

6 Komentar

  1. Mbak Titik, speechless baca tulisan-tulisan dan video yang panjenengan share. Semoga Allah melindungi panjenengan dan Dik Dinda. Peluk dari jauh. Hanya bisa mendoakan semoga semuanya segera berlalu. Stay strong mb, Allah bersama panjenengan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin ya Allah. Terima kasih mbak Irfa atas doa dan perhatiannya.

      Hapus
  2. Masyaallah, Tabarakallah, semoga hari ini dan hari mendatang mbak Titik dan dik Dinda selalu dalam lindungan Allah SWT Yang Maha Menjaga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin ya Allah. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah. Terima kasih bu Umu Hani'

      Hapus
  3. wanita hebat. semoga Allah mengangkat derajat, njenengan Mbak Titik..
    hanya doa dan peluk saya dr jauh.

    BalasHapus