Penghujung Waktu

 

Alone by Adinda


Hampir menitikkan ait mata kala ustazah berkelakar saat-saat perdana masuk muallimaat. Ingatan kembali terbang, masih jelas membekas kala itu menghantarkanmu mendaftarkan diri jadi murid di sana.

Masih bersama sang ayah dan ortu-ortu lain yang berkumpul di halaman madrasah. Sesekali berjalan, mengelilingi sudut-sudut ruangan yang terlihat lebih bagus dibandingkan dulu.

Tempat ini memang tidak asing bagiku karena puluhan tahun lalu aku pernah tercatat sebagai guru yang mendedikasikan diri. Kini anakku yang akan menuntut ilmu di sini.

Perjalanan waktu yang tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Waktu pula yang mengajarkanku lebih kuat dari sebelumnya. Siapa sangka di pertengahan kelas empat atau satu aliyah, aku harus melanjutkan perjuangan membesarkanmu seorang diri.

Virus itu telah mematikan seluruh syaraf dalam tubuh suamiku. Takdirpun bicara. September 2020, statusku berubah menjadi single parent. Allah telah memanggilnya lebih dulu untuk menunggu kami di pintu surga.

Perjalanan selanjutnya yang tak mudah namun berbekal keyakinan bahwa Allah akan selalu ada dan bersamanya pasti ada pertolongan. Tak ada yang tahu betapa aku berjuang keras melewati hari-hari sepi dengan penuh kesabaran dan ridlo akan ketetapan-Nya.

Benar-benar sendiri hanya Allah yang membersamaiku. Aku ikhlaskan berpisah dengan anakku. Dia harus bahagia, kembali ke asrama belajar bersama teman-teman. Tak kuijinkan dirinya melihat air mata ibunya setiap waktu.

Allah tak ingin diduakan. Dia hanya ingin aku mencintainya. Betapa hubunganku dengan Rabbku semakin dekat. Perlahan tapi pasti, kedekatan inilah yang membuatkan lebih tenang meski tetap melangkah dalam kesendirian.

Tak terasa, tahun ini menjadi tahun terakhir anakku belajar di muallimaat. Pola asuhku pun berubah 180 derajat. Dulu, betapa banyak harapku pada putri semata wayangku. Tapi kini, aku sadar tak boleh egois. Dia bukan aku waktu kecil, dia bukan orang dewasa yang bertubuh mungil.

Dia tumbuh dengan karakter yang spesial. Ada darah seni mengalir di tubuhnya dan itu harus kusyukuri. Mungkin juga titisan dari sang ayah. Goresan tangannya begitu indah. Dan itu yang membuatnya bersemangat melanjutkan hidup tanpa hadirnya ayah. Akankah aku mengabaikan semuanya?

Tahun ini pula, dia akan melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Ada sedikit kelegaan ketika madrasah memberi kesempatan untuk masuk ke PTN melalui jalur prestasi, eligible. Semoga segala harapmu terwujud ya nak. Belajar di PTN dengan ilmu yang kau sukai yang akan menghantarkanmu meraih masa depan gemilang.

Posting Komentar

0 Komentar