Menebar Kebaikan Lewat Menulis





Mungkin banyak yang heran sekaligus bertanya-tanya mengapa akhirnya saya merelakan diri menjadi seorang penulis. Jujur saya akui, keinginan itu sudah lama banget terpendam, bahkan bisa jadi sebelum saya akhirnya terdampar di suatu unit kerja di sebuah instansi vertikal yang mengharuskan saya bisa menulis. 

Jika merunut ke belakang, saya kembali teringat semasa awal duduk di bangku SMA, tulisan saya sempat nangkring di majalah intern sekolah. Sebuah tulisan yang hanya sekedar curhatan belaka namun mampu menyadarkan sekaligus membangkitkan saya dari sebuah keterpurukan. Menyadarkan betapa manusia hanya bisa ikhtiar dan selanjutnya takdir Allah yang menentukan. Ekspektasi saya untuk lanjut ke sekolah negeri favorit begitu besar namun takdir berkata lain. Ternyata doa orang tua saya terkabul, mereka tidak ingin anaknya lanjut sekolah di SMA negeri dan saya baru tahu setelah waktu berlalu. Pada masa itu atribut jilbab masih sangat langka dan ayah ingin anaknya mulai mengenakan jilbab. 

Masih lekat diingatan judul yang terpampang dalam artikel perdana saya saat menginjak kelas 1 SMA "Mengapa Putus Asa?". Tulisan itu sempat heboh karena di sana tercantum nama saya. Satu hal yang tidak bisa terlupakan dan membuat saya jingkrak kegirangan, ada fee yang bisa buat jajan sebulan. Keren kan? Tapi sayang, tulisan saya tidak berlanjut. Stagnan. Berhenti sampai di situ saja.
Bersyukur, jika akhirnya perjalanan hidup kembali melempar saya ke masa indah itu. Dimana saya bisa kembali menikmati dunia menulis. Terlebih profesi saya saat ini pun sejalan dengan minat saya (bisa jadi bakat juga tapi belum pede nyebutnya) meskipun awalnya sempat rada pesimis karena harus duduk bersama dengan para senior yang sudah kaliber nasional. Sementara saya kaliber kampung pun belum terjamah.

Sekali lagi, mengikhlaskan diri menjadi seorang penulis harus benar-benar tulus tidak ada tendensi apapun terlebih dalam hal materi. Menjauhkan diri dari keinginan agar dikenal orang. Harus berusaha untuk selalu tawadu’ dan meluruskan niat bahwa menulis adalah media untuk menebar kebaikan, menginspirasi banyak orang, memberi manfaat buat kemaslahatan umat, dan setidaknya turut mewarnai dunia literasi dengan hal-hal positif.

Bergabung dengan sebuah Komunitas Menulis Online adalah salah satu cara saya untuk terus mengobarkan passion menulis. Bahwa menulis butuh inspirasi, butuh komunitas dan butuh ketegaran untuk menjalaninya. Bukti keseriusan saya terjun sebagai penulis, terbitnya dua buku antologi di tahun lalu. Cerita pendek bernada humor, artikel hikmah dan resensi mulai nangkring di media cetak. Dan harapannya di tahun ini ada sedikitnya lima antologi akan lahir. Tentunya goresan pena itu tidak akan melenceng jauh dari aroma inspiratif yang bernada motivasi untuk selalu menebar kebaikan.

Ada pengorbanan untuk sampai di titik itu dan perjuangan baru dirintis. Terlebih bagi pemula seperti saya yang minim akan pengetahuan. Tak ada kata terlambat, tak ada ungkapan untuk berhenti belajar dan terus menggandeng teman-teman yang selalu mensupport.

Teruslah menulis, berkarya dengan goresan pena (meski tak lagi pegang pena tapi keybord laptop dan keypad hp). Bisa jadi tulisan kita akan terus abadi meskipun sang penulis telah tiada. Bisa jadi tulisan kita nanti mampu menjadi amal jariyah karena menginspirasi banyak orang dan menebar kebaikan di muka bumi. Amin. Selamat berjuang dengan karya terbaikmu.

Posting Komentar

0 Komentar