Memeluk Luka


Tiga bulan sudah ujian sakit itu menghampiri. Aku tak pernah kenal menyerah, segala upaya telah aku lakukan demi kesembuhanku. Aku selalu berpikiran positif, jika ujian sakit ini adalah cara Allah menyayangiku. Walau waktuku habis hanya untuk memikirkan diri sendiri. Demi kesembuhanku.


Ya Allah, di sepertiga malamku aku selalu sujud kepada-Mu. Aku usahakan untuk sholat taubat sebelum rangkaian tahajud dan witir. Inilah cara Allah untuk meluruhkan dosa-dosaku. Bisa jadi sakit ini yang mengantarku menuju jannah jika aku sabar, ikhlas dan ridlo dengan ketetapan-Nya.

Hidupku memang tidak semudah seperti orang-orang di sekitarku. Memiliki keluarga utuh, saling mengisi kekurangan masing-masing. Tapi aku selalu berusaha tetap normal seperti mereka. Walau pada kenyataannya memang beda. Kepergian belahan jiwaku tak menjadikanku lumpuh dan jatuh tersungkur. Itu semua demi anakku.

Aku tetap berusaha menjadi pribadi yang utuh walau itu tak mudah. Tidak gampang mengeluh, tidak gampang menyerah, tetap peduli pada sesama dengan cara menyisihkan sebagian rezekiku untuk membantu mereka yang membutuhkan meski tak menampik hidupku butuh uang yang tidak sedikit. Keyakinanku, ketika aku membantu orang lain, Allah pasti akan membantuku jua.

Sebetulnya aku rapuh tapi aku selalu berusaha untuk berdamai dengan keadaan. Sudah banyak yang aku korbankan demi kesembuhanku. Waktuku, pikiranku, hartaku,  keluarga, pekerjaan, organisasi hingga kemasyarakatan. Hidupku tak lagi normal. Semuanya seakan terhenti karena keadaanku yang bisa dibilang saat ini mengalami difabel. Kakiku tak lagi selincah dulu. Berat menjalani semuanya apalagi aku seorang single parents. Tumpuhan keluarga, mencari nafkah dan tetap bekerja saat di rumah. Ini yang menyebabkanku kadang gampang sakit. Fisik dan mental yang terkuras.

Ya Rabb, rasanya ingin istirahat sejenak. Aku lelah tapi aku harus kuat. Entah berapa bulir air mata tertumpah. Tak ada lagi tempatku berbagi suka duka, justru akulah tempat penguatan untuk anak semata wayangku. Kalau aku rapuh bagaimana dengan dia?

Aku tidak tahu sampai kapan keadaan ini akan melingkupiku. Terkadang terasa gelap, tapi terus aku kuatkan hati. Ada Allah yang selalu bersamaku. Inilah yang membuatku selalu tenang seolah semua baik-baik saja.

Dalam keadaan sedikit membaik, semua doa kulantunkan, juga ayat-ayat quran, al waqiah, al kahfi, al mulk menjadi teman setiaku. Terkadang berjuang untuk bisa one day one juz seperti dulu. Tapi itu tak mudah. Aku paksakan semuanya karena aku tak tahu kapan ajal menghampiriku. Bisa jadi sakitku ini sebagai kode jika waktuku semakin dekat. Aku tak boleh lengah.

Terus berjuang berdamai dengan keadaan. Aku lebih banyak di rumah, mengurangi interaksi dengan orang lain. Karena kutahu tak semua orang paham tentang keadaanku. Apalagi jika sakit itu tiba-tiba datang menghadang. Kadang terlihat sehat tapi kadang kondisi memburuk. Ya Allah sehatkan ragaku demi buah hatiku. Perjalanan hidupnya masih panjang, dia masih butuh aku.

Dia tidak punya siapa-siapa kecuali aku, ibunya. Demi dia juga aku berjuang keras untuk sembuh. Aku berusaha menyembunyikan luka ini. Luka yang tak pernah mengering tapi aku coba untuk menahan pedihnya. Memeluk luka dengan senyuman.

Ya Rabb...kuatkan aku, mampukan aku, damaikan aku. Hanya itu yang bisa kulakukan. Berdamai dengan keadaan yang tidak pernah kuimpikan sebelumnya. Aku yakin Allah tetap menyayangiku.

Posting Komentar

0 Komentar