Makna Kemandirian bagi Jemah Calon Haji





Tidak bisa dipungkiri bahwa antusiasme masyarakat muslim Indonesia terhadap ibadah haji terbilang sangat tinggi. Hingga saat ini antrian untuk melaksanakan ibadah haji mencapai sepuluh tahun bahkan disejumlah provinsi harus rela menunggu hingga lebih dari dua puluh tahun. 

Indonesia, kembali menduduki peringat pertama jemaah haji terbesar di dunia. Dimana jamaah calon hajinya pada tahun 1440 H/2019 M berkisar 231.000 jemaah. Pemerintah pun selalu mengingatkan jemaah perihal ibadah haji sebagai ibadah fisik sehingga jemaah harus sehat secara jasmani dan rohani serta fisik dan psikis.

Dalam pelaksanaan haji ada tiga fase yang akan dilalui jemaah, yakni saat masih di Tanah Air, selama di Tanah Suci, dan saat kembali ke Tanah Air. Bukan tidak mungkin, saat melalui ketiga fase tersebut jemaah akan menemui berbagai permasalahan dan kendala yang menuntut jemaah untuk bisa mandiri.
Mengapa Harus Mandiri?

Sebelum pelaksanaan haji di tanah suci tentunya berbagai persiapan harus dilaksanakan jemaah. Baik itu terkait dengan persiapan fisik, maupun ibadah. Latihan fisik ini perlu, mengingat kondisi geografis di Arab Saudi berbeda dengan di tanah air. 

Ibadah haji memang memerlukan fisik yang prima terlebih saat menjalankan rukun haji yang meliputi wukuf, mabit, lempar jumrah, tawaf, sa’i serta amalan lainnya seperti saat melaksanakan umrah di Masjidil Haram maupun sholat arbain di Masjid Nabawi Madinah yang tentunya juga memerlukan fisik yang prima. 

Mengingat terbatasnya jumlah petugas haji dalam satu kloter yang terdiri dari Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD), dan Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD). Selain itu terdapat Ketua Rombongan (Karom) dan Ketua Regu (Karu) yang selalu membimbing jemaah haji.

Namun keberadaan petugas haji tersebut tentunya tidak serta merta mampu membantu setiap permasalahan yang dihadapi jemaah, di sinilah kemandirian jemaah dituntut untuk mampu mengatasi setiap permasalahannya sendiri terutama permasalahan kecil yang cukup ia tangani.

Pengetahuan yang Harus Dikuasai Jemaah

Untuk bisa menjadi jemaah haji yang mandiri, ada beberapa pengetahuan yang harus dikuasai oleh jemaah haji. Pertama, Ilmu Manasik Haji. Ini hal yang utama, setiap jemaah harus memahami tentang syarat, rukun, wajib, sunah, larangan haji, bacaan doa-doa dan ilmu manasik haji. Dengan memahami hal tersebut, jemaah akan merasa tenang saat melaksanakan ibadah. Terlebih saat terpisah dari regu atau rombongan, ia harus berusaha menyelesaikan ritual ibadahnya terlebih dahulu baru kemudian mencari regu atau rombongan yang terpisah. 

Kedua, pengetahuan tentang Dokumen dan Tanda Pengenal. Jemaah haji harus mengetahui dokumen-dokumen penting serta tanda pengenal miliknya yang harus selalu dibawa oleh jemaah agar tidak hilang. Seperti, paspor dan gelang. Jika perlu, dokumentasikan juga dokumen tersebut dalam smartphone. 

Ada hal yang perlu diingat, saat melaksanakan sholat di tempat umum sebaiknya tas yang berisi dokumen tersebut tetap dikalungkan di leher jangan diletakkan di lantai. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecopetan. Saat jemaah lupa jalan pulang, segeralah mencari petugas haji yang menggunakan seragam petugas haji Indonesia dengan menunjukkan dokumen tersebut.

Ketiga, pengetahuan tentang Kesehatan. Jemaah haji harus mandiri dalam menjaga kesehatannya dengan mengantisipasi membawa obat-obatan yang biasa dikonsumsi serta selalu memakai masker, kacamata, memperbanyak minum agar tidak dehidrasi, memakai alas kaki serta memanfaatkan waktu luang untuk istirahat agar pada puncak haji bisa melaksanakan rukun haji dengan sempurna.
Keempat, pengetahuan lainnya tentang lokasi dan jalur transportasi. 

Jemaah haji harus tahu terkait lokasi pemondokan, baik di Makkah, Madinah dan tempat-tempat penting lainnya serta jalur transportasi yang disediakan pemerintah atau transportasi umum serta arah jalan saat pergi dan pulang ke suatu tempat. Karena jika tersesat, maka jemaah dengan mudah bisa kembali. Saat ini, telah hadir berbagai aplikasi di smartphone yang bisa memandu arah lokasi saat tersesat.

Semua hal tersebut terangkum dalam Bimbingan Manasik Haji yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama tahun 1440 H/2019 M, dengan memberikan layanan bimbingan manasik haji sebanyak 10 (sepuluh) kali. Terdiri dari manasik haji bersama di tingkat Kabupaten/Kota sebanyak 2 kali dan manasik haji di tingkat Kecamatan sebanyak 8 kali.

Juga bisa dipelajari secara mandiri oleh jemaah haji lewat aplikasi android “Haji Pintar”. Pemerintah melalui Kementerian Agama terus mengupayakan agar setiap jemaah haji bisa mandiri dalam rangkaian Ibadah Haji. Mandiri dalam beribadah akan lebih khusuk karena pada dasarnya ibadah haji itu sifatnya pribadi, sama halnya seperti ibadah yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat dimana setiap jemaah harus bisa mandiri dengan cara melaksanakan semua ketentuan, syarat, rukun, dan wajib haji.

Terwujudnya jemaah haji mandiri sesuai tuntunan ajaran agama dalam melaksanakan ibadah dan perjalanan haji ini merupakan salah satu sasaran  Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2015-2019.

Opini tayang di SKH Kedaulatan Rakyat, 16 Juli 2019

Posting Komentar

0 Komentar